Total Tayangan Halaman

Selasa, 25 Agustus 2015

we shouldn't use the logic too much


HOW TO SAY IT,

Akhir akhir ini aku merasa kesulitan untuk mengendalikan pikiranku, perkataan dan perbuatanku. Bahkan untuk shalat 5 waktu saja kadang pikiranku harus kutangkap dulu baru bisa duduk tenang dan fokus. Berdoa juga sama, aku bahkan nggak ngerti lagi permintaan apa yang harus aku mintakan.
Keinget temen psikologi dulu pernah cerita, sebagai wanita, anugerah memiliki 1 akal dan 9 hati itu seharusnya digunakan sebaik baiknya. Kalau ditilik sekarang, aku akhir akhir ini banyak menyakiti perasaan teman teman. Entah sebenernya apa yang terjadi sama aku, aku sendiri nggak tau. Balik lagi ke cerita temen psikologiku ini, dia bilang, wanita akan sempurna pemikirannya kalau dia berfikir dengan hati, logika itu nanti. Karena kodratnya demikian.
Uhh ... tapi aku yang bebal dengan hal begituan masih aja nggak ngerti. Gimana caranya pake hati buat mikir. Sekolah 1 tahun di kedokteran dan mempelajari anatomi yang aku dapatkan kalau berpikir ya di otak. Hati buat metabolisme. Itu terlalu ‘saklek’ kalau mama bilang.
Aku masih aja bingung dengan apa yang terjadi di diriku sendiri. Aku mulai membenci diriku setiap hari ketika lebih banyak orang yang aku sakiti. Aku mulai sering berteriak ketika banyak hal yang menggangguku, menurutku itu bukan salahku, dan aku sekarang sedkit lebih mudah untuk menyalahkan orang lain. Inikah pendewasaan? Justru malah rasanya aku yang dulu lebih dewasa.
Akhir akhir ini aku juga mulai berkata kotor, ya Allah, apa yang terjadi sebenarnya padahal aku sangat membenci perkataan kotor.
Rasa syukurku kadang mentok mentok segitu aja. Dapet nilai A, bukannya alhamdulillah dulu, malah nggak ngerti lagi kelakuanku kaya apa akhir akhir ini. Padahal Allah sering kasih aku rezeki nomplok A di blok semester dua ini. Tapi, apa yang kulakukan?
Disisi lain disamping nilai rezeki nomplok ini, aku merasa kurang puas akan satu hal. Aku merasa aku belum sepenuhnya berjuang dan pantas untuk nilai A ini, mungkinkah Allah sedang mengujiku dengan rezeki ini? Toh banyak teman teman yang mereka nggak dapet A, atau paling simpel nggak inhal anatomi. Memang aku saking cintanya sama anatomi nggak pengen inhal. Apalagi tentamen, inhal sekali dah cukup buat aku. Tapi bukan itu masalahnya. Aku malah menghindar dari mereka yang sebenernya bisa kubantu. Toh aku juga bukan tipe orang yang gampang lupa sama apa yang aku pelajari terutama pelajaran itu membutuhkan gambar buanyak banget kaya antomi kan perlu banyak gambar. Tapi yang aku lakukan, tidur enak setelah pengumuman lulus responsi atau tentamen. Ini yang jadi pemikiranku, apa yang teman temanku tanyakan adalah soal soal yang akan dikeluarkan sama, sehingga mereka nggak susah susah lagi mikir, lah dulu aku? Aku mikir susah payah, ngawur sana sini, eh malah mau diconto dan biarin mereka lulus. Mungkin aku yang terlalu tamak. Seharusnya paling nggak aku bantuin aja mereka, tapi untuk hal ini ada satu bagian dariku yang menolak keras keras, bener bener nolak keras. Terjemahannya begini, “kalaupun aku memberikan mereka jawaban yang benar, sama saja ini seperti membocorkan, toh kenapa mereka nggak belajar lagi sendiri? Itu akan lebih baik karena pahalanya akan berlipat ganda”
Kadang aku juga sering mikir, kok aneh ya, banyak teman yang bilang aku ini baik lah, keren lah, bla bla bla, tapi nggak ada satupun dari mereka yang datang disaat aku buth sandaran. Aku langsung spontan punya jawaban hebat seperti ini, “bahkan jika dia yang datang perempuan atau laki laki, aku pastikan aku nggak akan puas, karena sesungguhnya yang seharusnya jadi sandaran buatmu satu satunya adalah Allah” oke, aku cukup terpuaskan dengan jawabanku. Memang. Tapi Allah akan memberikan hidayahnya lewat pintu manapun di dunia ini. Pintu itulah yang harus aku cari, bukan begitu?
Lagi, katanya aku ini imut dsb, tapi mana ada cowok yang nyamperin, merasa nggak laku karena sering dibilang begitu. Meski pernah ada teman yang bilang begini, “seandainya kamu agak tinggian dikit ajaa” kujawab “cari aja yang lebih tinggi dari aku, kan banyak” sangat ketus dan nggak peduli perasaan orang, bodo amat pikirku dia mau bilang begitu, aku juga nggak suka orang pengecut. Tapi jawaban lain datang entah darimana, “jika tiba saatnya, ada seorang laki laki yang baik perilakunya datang menemuimu dan meminta restu dari kedua orang tuamu, sungguh dia orang yang telah Allah simpan yang khusus untuk kamu dan sebagai hadiah untuk orang yang sabar menunggu”kata kata ini sangatlah indah. Kadang ini yang memicuku untuk terus menimba ilmu agama terutama fiqh wanita sebanyak banyaknya. Bukankah hal itu baik untukku? Baik memang, tapi akhirannya aku jadi lebih mudah memandang, orang berpacaran itu nggak bener. Dengan semangat yang menggebu gebu untuk memisahkan mereka. Dan hal yang sangat sulit adalah sohibatiku punya pacar. Tapi Allah telah memisahkan mereka untuk beberapa waktu. Namun begitu, aku masih belum bisa jadi sohibati yang hebat buat dia. Mana ada sohib yang nggak tau sohibatinya barusan menangis, mana ada sohibati yang malah nambahin galau hati sohib yang lain. Aku belum cukup baik untuk sohibatiku tercinta satu ini, padahal aku ingin dia jadi lebih baik dan nyaman. Ya Allah, apa yang harus aku lakukan?
Mungkin seenggaknya ada waktu untuk bisa berubah lebih fleksibel sama keadaan dan perasaan orang lain. Seenggaknya masih ada waktu untuk aku mengubahnya. Amiin

Salam Hangat,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKE IT BETTER ... [smile]

Mengenai Saya

Pengikut