HOW TO SAY IT,
Akhir akhir ini aku merasa kesulitan untuk mengendalikan pikiranku, perkataan dan perbuatanku. Bahkan untuk shalat 5 waktu saja kadang pikiranku harus kutangkap dulu baru bisa duduk tenang dan fokus. Berdoa juga sama, aku bahkan nggak ngerti lagi permintaan apa yang harus aku mintakan.
Keinget temen psikologi dulu pernah cerita, sebagai wanita,
anugerah memiliki 1 akal dan 9 hati itu seharusnya digunakan sebaik baiknya. Kalau
ditilik sekarang, aku akhir akhir ini banyak menyakiti perasaan teman teman. Entah
sebenernya apa yang terjadi sama aku, aku sendiri nggak tau. Balik lagi ke
cerita temen psikologiku ini, dia bilang, wanita akan sempurna pemikirannya
kalau dia berfikir dengan hati, logika itu nanti. Karena kodratnya demikian.
Uhh ... tapi aku yang bebal dengan hal begituan masih aja
nggak ngerti. Gimana caranya pake hati buat mikir. Sekolah 1 tahun di
kedokteran dan mempelajari anatomi yang aku dapatkan kalau berpikir ya di otak.
Hati buat metabolisme. Itu terlalu ‘saklek’ kalau mama bilang.
Aku masih aja bingung dengan apa yang terjadi di diriku
sendiri. Aku mulai membenci diriku setiap hari ketika lebih banyak orang yang
aku sakiti. Aku mulai sering berteriak ketika banyak hal yang menggangguku,
menurutku itu bukan salahku, dan aku sekarang sedkit lebih mudah untuk
menyalahkan orang lain. Inikah pendewasaan? Justru malah rasanya aku yang dulu
lebih dewasa.
Akhir akhir ini aku juga mulai berkata kotor, ya Allah, apa
yang terjadi sebenarnya padahal aku sangat membenci perkataan kotor.
Rasa syukurku kadang mentok mentok segitu aja. Dapet nilai
A, bukannya alhamdulillah dulu, malah nggak ngerti lagi kelakuanku kaya apa
akhir akhir ini. Padahal Allah sering kasih aku rezeki nomplok A di blok
semester dua ini. Tapi, apa yang kulakukan?
Disisi lain disamping nilai rezeki nomplok ini, aku merasa
kurang puas akan satu hal. Aku merasa aku belum sepenuhnya berjuang dan pantas
untuk nilai A ini, mungkinkah Allah sedang mengujiku dengan rezeki ini? Toh banyak
teman teman yang mereka nggak dapet A, atau paling simpel nggak inhal anatomi. Memang
aku saking cintanya sama anatomi nggak pengen inhal. Apalagi tentamen, inhal
sekali dah cukup buat aku. Tapi bukan itu masalahnya. Aku malah menghindar dari
mereka yang sebenernya bisa kubantu. Toh aku juga bukan tipe orang yang gampang
lupa sama apa yang aku pelajari terutama pelajaran itu membutuhkan gambar
buanyak banget kaya antomi kan perlu banyak gambar. Tapi yang aku lakukan,
tidur enak setelah pengumuman lulus responsi atau tentamen. Ini yang jadi
pemikiranku, apa yang teman temanku tanyakan adalah soal soal yang akan
dikeluarkan sama, sehingga mereka nggak susah susah lagi mikir, lah dulu aku? Aku
mikir susah payah, ngawur sana sini, eh malah mau diconto dan biarin mereka
lulus. Mungkin aku yang terlalu tamak. Seharusnya paling nggak aku bantuin aja
mereka, tapi untuk hal ini ada satu bagian dariku yang menolak keras keras,
bener bener nolak keras. Terjemahannya begini, “kalaupun aku memberikan mereka
jawaban yang benar, sama saja ini seperti membocorkan, toh kenapa mereka nggak
belajar lagi sendiri? Itu akan lebih baik karena pahalanya akan berlipat ganda”
Kadang aku juga sering mikir, kok aneh ya, banyak teman yang
bilang aku ini baik lah, keren lah, bla bla bla, tapi nggak ada satupun dari
mereka yang datang disaat aku buth sandaran. Aku langsung spontan punya jawaban
hebat seperti ini, “bahkan jika dia yang datang perempuan atau laki laki, aku
pastikan aku nggak akan puas, karena sesungguhnya yang seharusnya jadi sandaran
buatmu satu satunya adalah Allah” oke, aku cukup terpuaskan dengan jawabanku. Memang.
Tapi Allah akan memberikan hidayahnya lewat pintu manapun di dunia ini. Pintu itulah
yang harus aku cari, bukan begitu?
Lagi, katanya aku ini imut dsb, tapi mana ada cowok yang
nyamperin, merasa nggak laku karena sering dibilang begitu. Meski pernah ada
teman yang bilang begini, “seandainya kamu agak tinggian dikit ajaa” kujawab “cari
aja yang lebih tinggi dari aku, kan banyak” sangat ketus dan nggak peduli
perasaan orang, bodo amat pikirku dia mau bilang begitu, aku juga nggak suka
orang pengecut. Tapi jawaban lain datang entah darimana, “jika tiba saatnya,
ada seorang laki laki yang baik perilakunya datang menemuimu dan meminta restu
dari kedua orang tuamu, sungguh dia orang yang telah Allah simpan yang khusus
untuk kamu dan sebagai hadiah untuk orang yang sabar menunggu”kata kata ini
sangatlah indah. Kadang ini yang memicuku untuk terus menimba ilmu agama
terutama fiqh wanita sebanyak banyaknya. Bukankah hal itu baik untukku? Baik memang,
tapi akhirannya aku jadi lebih mudah memandang, orang berpacaran itu nggak
bener. Dengan semangat yang menggebu gebu untuk memisahkan mereka. Dan hal yang
sangat sulit adalah sohibatiku punya pacar. Tapi Allah telah memisahkan mereka
untuk beberapa waktu. Namun begitu, aku masih belum bisa jadi sohibati yang
hebat buat dia. Mana ada sohib yang nggak tau sohibatinya barusan menangis,
mana ada sohibati yang malah nambahin galau hati sohib yang lain. Aku belum
cukup baik untuk sohibatiku tercinta satu ini, padahal aku ingin dia jadi lebih
baik dan nyaman. Ya Allah, apa yang harus aku lakukan?
Mungkin seenggaknya ada waktu untuk bisa berubah lebih
fleksibel sama keadaan dan perasaan orang lain. Seenggaknya masih ada waktu
untuk aku mengubahnya. Amiin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MAKE IT BETTER ... [smile]