Total Tayangan Halaman

Rabu, 25 Desember 2013

Bukan Paranormal Biasa

Cerpen ini ditulis di kelas 11, aku lupa kapan. Hahahaha ... aku nggak ngerti endingnya harus apa tapi, yah please enjoy it because it's free and unlimited!!! hehe

Tian, cowok paling populer di salah satu SMA di kotanya. Nggak jarang banyak cewek yang mendekati dia. Tapi, ternyata, Tian juga supel dan baneyak teman. Dari luar, penampilannya sih mentereng, gaul dan tajir. Tapi ternyata ada juga yang menaruh curiga dan rasa heran terhadap sosok Tian ini. Sebut saja Kinara, gadis berambut panjang yang menjadi teman sekelas Tian duduk di bangku kelas 11 ini.
“Kin ...” panggil Tian dari belakang. Kinara sontak terperanjat, “ngelamunin siapa nih?”
Kinara menggeleng, alat tulis yang ada di hadapannya tergesa ia bereskan. “Mau langsung pulang?” tanya Tian. Kinara hanya mengangguk pelan dan beranjak. “Bentar deh. Makan dulu yuk, nemenin aku makan mie ayam di kantin ... ya? Udah gak ada temen nih” pinta Tian dengan sopan. Sebenarnya masih ada banyak cewek yang mau menjawab, “Ayo” tapi cuma Kinara yang Tian ajak, tapi jawaban Kinara hanya menggeleng dan berlalu dari hadapan Tian.
“Ciee ... yang kemarin jual mahal ...” goda Sabrina, sohib Kinara. Kinara hanya mendengus sebal. “Jangan keseringan nolak kebaikan orang lain, Kin. Nggak baik itu” nasihatnya kemudian. Kinara hanya diam sambil menyeruput teh hangat di depannya.
“Aku heran, Sab” kata Kinara kemudian.
“Heran kenapa?”
“Tian itu ... kok aku gak pernah lihat dia jalan sama cewek. Dia kan populer, banyak yang bilang dia itu ganteng, tajir, baik, sopan, banyak lebihnya deh pokoknya. Seharusnya, cowok seperti dia nggak perlu susah susah untuk mendapatkan cewek kan?”
Sabrina berdecak, “Justru aku yang heran sama kamu. Kamu membeberkan kelebihan Tian, tapi kamu sendiri? Seriiiiinggg banget jual mahal sama dia. Diajak ke kantin, nggak mau, diajak ke perpus, nggak mau, diajak ngobrol, ngelayap, mana aku dibawa juga lagi kayak barusan”
“Soalnya, buat aku, Tian itu nggak beda sama paranormal. Ogah deket deket sama dia. Coba kalo aku kena pelet! Siapa yang mau tanggung jawab” jawaban Kinara membuat Sabrina terbahak bahak.
“Eh Sab ... jangan jangan selain paranormal, Tian itu homo!” lanjut Kinara dengan muka cemas. Sabrina menyubit perut Kinara, “mana mungkin! Paradikmamu aneh aneh aja deh Kin. Udah ... balik yuk. Bisa kaku aku disini” sahut Sabrina sambil menarik Kinara beranjak.
“Bentar!! Bayar dulu, main ngelayap aja!”
##
Bel tanda pulang berdering. Seperti biasa, Kinara selalu ingin cepat pulang. “Kin ...” suara ini familiar didengarkan. Tian. “Pulang sama aku yuk. Katanya baru ada kampanye pemilihan Gubernur. Jalan pasti rame” ajak Tian.
“Nggak, makasih” tolaknya. Kinara berjalan cepat sekali, tapi sempat ia lihat beberapa teman sekelas mengerubunginya dan bercengkrama. Namun, Tian dari jauh melihat Kinara yang berlalu.
Jalanan hari itu padat dan sesak. Motor merayap pelan pelan, setengah meter, setengah meter, gas pelan, berhenti. Bahkan angkutan juga sesak dan tidak mau berhenti, meski ada sisa satu bangku. Kalau mau  naik bus, uang Kinara nggak cukup.
“Sabrina bener, nggak boleh sering sering menolak kebaikan orang lain. Tapi kalau dia seorang paranormal, hhiiiii ... gimana nggak aku tolak? Ngeri gitu” desisnya. Kinara duduk di halte berharap ada angkutan umum yang menyisakan bangku untuknya dan berhenti.
“Udah aku bilang, kan ...” seseorang menjawil pundak Kinara dari samping. “Tian?” panggil Kinara. “Jangan nolak terus dong ... yuk. Daripada kamu dimarahin ibu kamu” bujuk Tian. Helm merah tersodor di depan Kinara. Ia mengingat ingat kata Sabrina tadi siang. Di saat kepepet, menerima bantuan paranormal nggak apa apa kali, ya? Pikir Kinara.
Tidak sama seperti jalan raya itu, jalan yang dilewati Tian benar benar bebas hambatan. “Kamu tahu rumahku?” tanya Kinara.
Tian mengangguk. “Setelah jalan ini, belok kanan, kan?”
“Iya. Nanti ada gapura, masuk, rumah nomor tiga di sebelah kanan” jelas Kinara.
“Ya ya ... aku sudah tahu persis ...” jawabnya. Kinara kaget bukan main. Rasanya Tian belum pernah main atau berkunjung ke rumahnya, tapi kenapa dia bisa tahu kalau rumahnya ada di sana? Keyakinan Kinara bahwa Tian itu seorang paranormal makin menguat.
Sampai di depan rumah Kinara, hanya ucapan terima kasih yang Kinara lontarkan pada Tian. Tanpa basa basi mempersilahkannya mampir, Kinara langsung memasuki teras rumah. Tapi Tian masih menunggunya di depan gerbang, tanpa Kinara ketahui.
“Mbak, cowok keren di depan itu pacarnya Mbak Kinara ya?” tanya Rina, adik Kinara. “Mbak udah lama lho kayaknya nunggu di gerbang. Jadi aku persilahkan masuk. Tu ada di ruang depan. Mbak hebat bener dapet pacar sebegitu gantengnya ...”
Mulut Kinara langsung melongo lebar, dia meloncat dari tempat tidurnya. Berlari ke ruang depan mencari sosok Tian yang menggemparkan konsentrasinya. “Kok belum pulang Tian?” tanya Kinara terengah engah.
Tian diam. “Nggak apa apa. Ya aku tau ini nggak sopan. Tapi aku belum punya nomor HP kamu. Aku nggak bisa berkomunikasi sama kamu. Bahkan berulang kali aku menambahkankamu sebagai teman di Facebook aja kamu tolak terus ...”
Kinara diam. Bingung mau menjawab apa. Masa’ iya dia bilang kalau Kinara curiga kalau dia paranormal dan homo ... bisa bisa dia disantet nanti malam. “Lusa party ultahku sweet seventeen. Di restoran deket sekolah aja kok. Kamu nggak keberatan datang, kan?” Tian menyodorkan kartu undangan berwarna silver. Undangan itu terlihat sangat bagus buat Kinara.
Sedikit ragu ketika Kinara mengambil undangan itu dari tangan Tian. Setelah senyum terkembang di wajah rupawan Tian, Tian berpamitan dan berlalu.
Paginya, Kinara langsung menceritakan semuanya pada Sabrina. Sabrina hanya menyodorkan kartu undangan silver yang sama. Itu artinya bukan cuma Kinara yang diundang. Teman temannya juga. Jadi ini bukan pelet atau metode perdukunan lainnya. Hati Kinara mulai tenang.
“Kin, tau nggak?” tanya Sabrina ketika menyantap bekalnya bersama Kinara di kantin.
Kinara hanya menangkat janggutnya, tapi terus mengunyah makanannya. “Tadi, aku cek di timeline FB Tian, beuh ... bukan main ramenya!”
Kinara masih saja mengunyah. “Dengerin aku nggak sih?” kata Sabrinaa mulai sedikit marah.
“Iya iya ... kaya nggak tahu aku aja kayak gimana kalo ngobrol. Lanjutin ... aku pengen ngorek info tentang paranormal muda satu itu ...” jawab Kinara.
“Ohh ... sudah mulai tumbuh toh benih benih cinta yang Tian sebarkan ...”
“Apaan? Aku nggak merasa dia menebarkan apapun. Kecuali pesona sebagai paranormal muda berbakat. Dia kan banyak tebar pesona dimana mana”
“Khususnya sama kamu, Kin” bisik Sabrina.
Kinara terperanjat. Memang benar Tian selalu didekati banyak cewek di sekolah. Tapi nggak pernah tuh Kinara lihat Tian jalan sama cewek. Malahan dia sedikit sekali ngobrol sama cewek. Cewek yang sering banget dia ajak bicara duluan ya cuma Kinara. Yang lain ... ya ngajak Tian ngobrol duluan. Tian juga jarang jalan sama cowok yang nggerombol kayak kambing ternak, paling  cuma sama 3 orang, 4 orang atau 5 orang lah maksimal. Tapi diantara cowok yang jalan sama Tian, palingan cuma ngajak Tian main basket atau voli atau sepak bola atau ke perpustakaan waktu istirahat, dan nggak ada yang sama. Setiap hari Tian main main sama orang orang berbeda dan mereka terlihat sangat akrab.
Itulah mengapa Kinara bisa mengira kalau Tian itu homo. Tapi, bisikan Sabrina tadi siang membuatnya susah tidur. Apakah hanya perasaan Sabrina atau memang Tian perlahan menyebar benih cinta kedalam hati Kinara?
“Kamu nggak bawa apa apa?” tanya Sabrina ketika menghampiri Kinara.
“Cuma bawa ini. Kali aja aku mau nambah makan, aku harus bayar sendiri kan”
Sabrina berdecak. Ia tak tega melihat sahabatnya yang cantik jelita tapi koneksinya putus – putus itu berpenampilan tak sesuai dengan harapannya. “Kin ... Kin ... kayaknya dulu kita pernah beli aju yang lebih bagus dari itu deh. Aku yang milihin. Jangan pake ini ah ...”
“Sab ... aku sebenernya mau buat Tian itu ilfil lihat aku. Masa iya aku nanti punya pasangan paranormal? Kamu tahu kan aku paling parno sama paranormal ...”
“Kin, udah ah. Jangan buat malu diri kamu sendiri di depan orang banyak. Pake baju yang pantes. Aku kan juga malu bawa sahabat yang pura pura nggak bisa dandan kaya gini ... udah yuk masuk, ganti, aku bantuin. Ya?”
Bujukan Sabrina akhirnya membuat Kinara berubah pikiran. Ia sekarang menggunakan blouse tanpa lengan berwanra biru langit dan sebuah jepit rambut kupu-kupu hijau toska tersemat di rambut hitamnya.
Sampailah Kinara dan Sabrina ke tempat pesta itu akan diadakan. Hanya restoran biasa, tempat para pemuda sering nongkrong sambil pesan minuman dengan harga standar. “Wah Kin, udah banyak yang dateng. Samperin yuk,” ajak Sabrina.
Ketika sedang asyik ngobrol sama teman sekelasnya, Tian datang dari arah dalam restoran dan memberi sedikit sambutan. “Makasih sudah datang. Bla bla ...” setelah itu dilanjutkan dengan lagu Happy birthday to you seperti biasa yang dilakukan. Datang saatnya pemotongan kue. Giliran para cewek yang gempar, dalam benak mereka, siapakah yang akan mendapatkan potongan kue pertama Tian. Seperti yang ada di sinetron sinetron dulu.
“Kue ini special buat ...” Tian mengangkat kuenya, lalu, seperti terhipnotis, para gadis mengangkat tangannya, ya kecuali cewek yang masih percaya kalau Tian itu paranormal. “Spesial buat cewek yang baru minum di pojokan itu ...” lanjutnya sambil menunjuk ke cewek yang dimaksudnya.
Cewek itu tersenyum, rambut hitam yang panjang mengurai indah ketika dia berjalan menghampiri Tian, tinggi semampai, dan berkulit putih. “Makasih, sayang” katanya saat mengambil kue dari tangan Tian.
“Let’s Party everybody!” sorak cewek itu membahana. Musikpun nyala dan orang orang yang ada disitu terbawa suasana hingga malam.
“Sab, udah malam, pulang aja yuk. Nggak asyik disini” ajak Kinara.
“Baru aja mulai ...”
“Nggak peduli. Aku sudah datang, kita sudah datang. Mau apa lagi? Undangannya nggak bilang suruh sampai selesai, yang penting datang, terakhir di undangan itu kan tertulis, “DATANG YA”  ... ayo pulang” Kinara menarik Sabrina keluar dari lokasi pesta.
“Bentar Kin, bentar deh”
“Kalo gitu aku pulang sendiri!” ancam Kinara.
“Ya oke, tapi kita izin dulu sama yang punya acara ... nggak sopan tau!”
“Nggak pake izin segala! Ayo pulang!”
Akhirnya dua sahabat itu pulang tanpa izin, juga tanpa mereka sadari ada sepasang mata manusia yang kecewa melihat kepergian mereka dari gazebo tak jauh dari sana.
##
Kin temenin aku di kafe kemarin ya ... PLEAAASSSEEEEE ... pinta Sabrina lewat pesan singkat. Hari Minggu, belum waktunya Kinara bangun dari peraduannya pukul 06.00. “Ini anak aneh aneh aja dah ...” Kinara mandi dan bergegas menjemput Sabrina. Meski sudah mandi, rasa kantuk Kinara belum terlulutkan jua. Dengan mata sipit dan mulut yang terus menguap Kinara berjalan ke ruman Sabrina.
Di gang, belok kanan dikit ... pikir Kinara. Setelah menutup gerbang rumahnya, rasa kantuk Kinara pecah, seorang pemuda dengan baju pesta yang sama dilihatnya kemarin malam ada di depan gerbang bersandar di atas motor dengan rupa garang.
“Tian ... kok kamu ada di sini?”
Tian menghampiri Kinara dan mencengkram lengan Kinara seolah Elang yang lapar. “Sekarang ikut aku” Kinara tak bisa melepaskan cengkraman menyakitkan itu. “Lepasin, Tian!”
Kinara hampir meneteskan air matanya ketika menahan sakit cengkraman Tian. “Apaan sih ... sejak kapan kamu ada di depan rumahku dan kenapa HP Sabrina ada di tangan kamu ... mau kamu apa sih?”
Tian menghela napas. Ia melihat mata Kinara yang berkaca dan merasa bersalah. “Aku nggak pantes melakukan ini semua, aku mungkin nggak akan pantes bersanding sama gadis macam kamu. Kin, maaf ya. Anggap aja ini semua nggak pernah terjadi ...” Tian berlalu dengan sepeda motornya yang cepat.
Kinara berlari ke dalam rumahnya dan menangis terisak di dalam kamarnya yang hening sampai ia tertidur pulas lagi.
##
Ketika akan berangkat ke sekolah, Kinara mendapati kotak kecil berpita merah di atas tas sekolahnya. Maklum Kinara tidur seharian setelah kejadian minggu pagi itu. Dibukalah kotak itu, “Kinara, aku harap kamu mau menerima ini. Ini Cuma pemberian kecilku kok. Aku pernah lihat kamu sama Sabrina ke toko SweetApple17 dan aku nggak sengaja dengar kamu pengen banget kalung ini. Semoga kamu suka, ya? Kelihatannya kamu cocok banget deh pake kalung ini. Aku pengen sekali kali lihat kamu pake kalung ini deh Kin, pasti cantik banget deh. Kin, kamu kira aku paranormal ya? Bukan ... aku bukan paranormal kok. Aku Cuma cowok yang pengen tau tentang kamu aja kok. Dan semua itu terjadi begitu aja dan aku nggak tau kenapa cinta ini tumbuh sejak saat kamu tersenyum”
Segera Kinara pergi ke sekolah mencari sosok Tian yang selalu ia tolak keberadaannya. “Kin ...” kata Sabrina lirih. “Sab ... ada apa? Tian mana?”
Selembar kertas dalam amplop putih tersirat bahwa Tian Agustin Mahesa telah berpulang ke Rahmatullah kemarin malam pada pukul 23.00 karena kesalahan medis, jasad akan dimakamkan pada hari ini, Senin, 15 Agustus 2013 pada pukul 9.00.
Begitu membaca nama Tian, Kinara runtuh dan menangis sejadi jadinya dipundak sahabatnya, And that is how the story ends ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKE IT BETTER ... [smile]

Mengenai Saya

Pengikut