Total Tayangan Halaman

Senin, 30 Desember 2013

SUNSET Part 01

oke ini aku nge post karyaku waktu kelas 9 SMP mungkin ... yah file lama. lama banget. tapi semoga bisa sampe THE END. here we go




 “Ah, nggak apa apa …” sahut Rei pada orang yang barusaja merabraknya. Rei berjalan sendiri melangkahi tapakannya dengan begitu galau. Dengan hanya membawa satu tas yang terlihat sangat ringan, dan sehelai kain hitam di pinggulnya, dia ternyata barusan minggat!
Masih jelas diingatan Rei, Ayahnya yang selalu menekannya dengan berbagai tekanan yang sangat menyiksanya, “Kau jangan pernah membantahku! Kau harus jadi dokter, kalau memang nggak bisa, sudahlah … jadi bagian apoteker saja juga tidak apa apa”
Rei merasa tertekan, sudah berkali kali ia menjelaskan bahwa ia tidak pernah berminat menjadi seorang dokter. Apalagi apoteker dan semacamnya. Dia hanya berminat menjadi designer cover buku. Rei telah memberi tahu kepada guru, ayahnya dan bahkan teman ayahnya. Sejak ibu dan saudaranya berpisah, ia sekarang benar benar merasa sebatang kara.
Sambil menendang kerikil di depannya, dia memendam rasa jengkel pada ayahnya. Rei sangat mengharap kehadiran Ibu atau saudaranya, berharap mereka bisa menenangkannya sedikit. Tapi, hal itu tidak akan mungkin terjadi, mereka telah lenyap ketika gempa melanda wilayah itu. Mereka lenyap, lenyap untuk selamanya.
Matahari sore itu, terasa hangat dan sinarnya tidak begitu terang namun, tenang. Rei berhenti disebuah kuil tua yang sudah lama tidak terpakai … kelihatannya. Gapuranya setengah roboh dan berdebu tebal. Rei duduk di depan kuil itu, bergumam sambil menatap langit yang kemerahan, “Aku pasti bisa jadi orang yang berguna tanpa menjadi seorang dokter atau apoteker, aku bisa jadi illustrator sebuah buku pelajaran atau komik edukasi untuk anak SD. Ayah tidak pernah mengerti itu …”
Drap drap drap … langkah derap kaki yang begitu terdengar sangat tergesa gesa membuyarkan pandangan Rei. Seorang gadis kecil berlari kea rah kuil itu dan bersembunyi di belakang tubuh Rei. “kak, sembunyikan aku …” bisik gadis kecil itu.
Tak berapa lama, ada sekumpulan anak SMP berlari jauh di depannya. “Kak, apakah kau lihat anak kecil?” seru salah satu dari mereka.
“Ah … anak kecil yang mana? Mereka banyak sekali!”
“Anak kecil, seorang gadis berambut cokelat dan memakai topi kuning! Kami mencarinya!”
“Ah … tidak, maaf ya!”
“Terimakasih!” “Ayo kita berpencar!!”
Rei berbohong, melindungi anak kecil adalah hal yang menyenangkan buatnya. Si gadis kecil itu berjalan keluar dari persembunyiannya, tanpa mengucapkan terimakasih. “Hei!” panggil Rei. Gadis kecil itu berhenti dan berlari kea rah Rei.
“Kakak … terimakasih”
“Ah, tidak apa apa, siapa namamu? Duduklah sebentar …”
Gadis kecil itu hanya mendekat, “Aku Ayumi Hikaru, kakak?”
“Panggil saja Rei. Kenapa kau di kejar mereka?”
“Aku takut pada mereka …”
“Kenapa?”
“Aku pernah idak sengaja menjatuhkan salah satu dari sepeda mereka sampai jatuh ke sungai … yang dalam. Dan tidak ada yang bisa mengambilnya”
“Ah … jadi begitu. Hei, apa kau suka membaca?”
“Iya … aku suka sekali membaca! Aku juga bisa menggambar! Erika-Sensei mengajariku menggambar ikan koi …” jawabnya semangat sambil mengambil selembar kertas dari tas mungilnya. Dia memaparkannya pada Rei. “Apakah ini bagus??”
Rei tertawa kecil. Gambar ikan itu tidak berbeda kelihatannya dengan bantal yang sedang dijemur, hanya saja berwarna merah dan putih. “Kenapa kau tertawa? Jeek-kah?” Tanya Ayumi.
“Ayumi … kau menggambarnya dengan baik. Bolehkah itu untukku?”
“Tidak boleh” jawabnya singkat sambil mendekap gambar itu. “Ini untuk Erika-sensei. 2 hari lagi, dia ulang tahun! Dia guru yang paling baik, karena dia cantik, makannya aku juga ingin memberinya kado yang cantik seperti ikan koi ini …”
Rei tersenyum. “Kalau begitu … aku bisa mengajarimu menggambar dengan lebih bagus lagi, kau mau?”
Ayumi mengangguk mantap. “Aku mau sekali!!! Terima kasih…. Kak Rei, dimana rumahmu?”
“Aku sudah tidak punya rumah lagi … hahaha ….”
“Ah … kalau begitu pulang saja ke rumahku! Aku bisa berbagi kamar denganmu, aku tidak terlalu makan tempat karena aku kecil …”
“Tidak apa apa … aku akan di sini. Aku takut akan merepotkan keluargamu. Sudah sana pulanglah, besok setelah kau pulang, datanglah kesini. Dan berikan surat ini buat Erika-sensei sebagai kado dariku …”
“kenapa surat?”
“Hahahaha …” jawabnya sambil mengambil secarik kertas dari tasnya dan menuliskan sesuatu diatasnya. “Jangan lupa, hati hati, ya Ayumi” pesan Rei pada Ayumi.
Malam itu, Rei lewati dengan angin dingin yang menusuk tulangnya. Di kuil itu, sebenarnya lebih tepat, reruntuhan kuil itu, Rei bersandar di sebuah tiang penyangga dan mendekap tasnya. Ia mencoba memejamkan matanya. Tapi dia tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena nyamuk terus bernyanyi di sekitarnya.
Setelah beberapa jam dilaluinya di luar kuil, dia akhirnya bisa memejamkan mata dengan sangat rapat sampai fajar bersinar hangat dan sangat terang.
Dia bangun dan pergi dari kuil tua itu setelah berolahraga kecil. Rei berjalan gontai kea rah taman dekat sana. Rei mencari tempat duduk dibawah pohon yang rindang. Dilihatnya anak anak kecil berlarian dan bermain ayunan dan segala permainan di sana. Mereka terlihat gembira. Rei mengeluarkan secarik kertas dan pensil.
Sembari tersenyum tipis, tangannya menari melukiskan portrait live di taman dengan cepat. Dalam beberapa menit, kertas kosong di hadapannya tadi telah berubah menjadi sebuah gambar pensil yang sangat nyata.
Matahari terjunjung tinggi. Rei masih duduk di taman itu sambil sekali kali melakukan stretching. Dan kembali duduk  dan tertidur.
“Maaf, …” panggil seorang gadis. Suara itu membangunkan Rei, matanya dengan malas membuka. “Rei Satoki?”
Dengan sigap Rei menegakkan kembali tubuhnya, “Erika?”
“Ya …”
“Oh silahkan duduk …”
“Rei … aku nggak percaya kamu ngasih ini sama aku”
“Maaf, aku harus membuat repot muridmu. Terlebih lagi … aku benar benar sudah muak”
“Rei, sabarlah” Erika menepuk pundak Rei. “Mungkin ini jalannya”
Rei hanya memandang Erika. “Tidak pernah jadi seperti ini … jika kamu mau menungguku di sana.”
“tapi aku menunggumu di sini. Kau ingin mimpimu tercapai kan? Mimpi kita, kau illustrator dan aku yang membuat ceritanya. Kenapa harus bersama ketika kita harus mencari pijakan pertama?”
“Hentikan … cukup. Jadi kapan aku bisa di sekolah itu?”
“sampai kau siap. Anak anak itu tidak menyukai orang yang galak sepertimu …”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MAKE IT BETTER ... [smile]

Mengenai Saya

Pengikut