“Ah, nggak apa apa …” sahut
Rei pada orang yang barusaja merabraknya. Rei berjalan sendiri melangkahi
tapakannya dengan begitu galau. Dengan hanya membawa satu tas yang terlihat
sangat ringan, dan sehelai kain hitam di pinggulnya, dia ternyata barusan minggat!
Masih jelas
diingatan Rei, Ayahnya yang selalu menekannya dengan berbagai tekanan yang
sangat menyiksanya, “Kau jangan pernah membantahku! Kau harus jadi dokter,
kalau memang nggak bisa, sudahlah … jadi bagian apoteker saja juga tidak apa
apa”
Rei merasa
tertekan, sudah berkali kali ia menjelaskan bahwa ia tidak pernah berminat
menjadi seorang dokter. Apalagi apoteker dan semacamnya. Dia hanya berminat
menjadi designer cover buku. Rei telah memberi tahu kepada guru, ayahnya dan
bahkan teman ayahnya. Sejak ibu dan saudaranya berpisah, ia sekarang benar
benar merasa sebatang kara.
Sambil menendang
kerikil di depannya, dia memendam rasa jengkel pada ayahnya. Rei sangat
mengharap kehadiran Ibu atau saudaranya, berharap mereka bisa menenangkannya
sedikit. Tapi, hal itu tidak akan mungkin terjadi, mereka telah lenyap ketika
gempa melanda wilayah itu. Mereka lenyap, lenyap untuk selamanya.
Matahari sore
itu, terasa hangat dan sinarnya tidak begitu terang namun, tenang. Rei berhenti
disebuah kuil tua yang sudah lama tidak terpakai … kelihatannya. Gapuranya
setengah roboh dan berdebu tebal. Rei duduk di depan kuil itu, bergumam sambil
menatap langit yang kemerahan, “Aku pasti bisa jadi orang yang berguna tanpa
menjadi seorang dokter atau apoteker, aku bisa jadi illustrator sebuah buku
pelajaran atau komik edukasi untuk anak SD. Ayah tidak pernah mengerti itu …”
Drap drap drap …
langkah derap kaki yang begitu terdengar sangat tergesa gesa membuyarkan
pandangan Rei. Seorang gadis kecil berlari kea rah kuil itu dan bersembunyi di
belakang tubuh Rei. “kak, sembunyikan aku …” bisik gadis kecil itu.
Tak berapa lama,
ada sekumpulan anak SMP berlari jauh di depannya. “Kak, apakah kau lihat anak
kecil?” seru salah satu dari mereka.
“Ah … anak kecil
yang mana? Mereka banyak sekali!”
“Anak kecil,
seorang gadis berambut cokelat dan memakai topi kuning! Kami mencarinya!”
“Ah … tidak, maaf
ya!”
“Terimakasih!”
“Ayo kita berpencar!!”
Rei berbohong,
melindungi anak kecil adalah hal yang menyenangkan buatnya. Si gadis kecil itu
berjalan keluar dari persembunyiannya, tanpa mengucapkan terimakasih. “Hei!”
panggil Rei. Gadis kecil itu berhenti dan berlari kea rah Rei.
“Kakak …
terimakasih”
“Ah, tidak apa
apa, siapa namamu? Duduklah sebentar …”
Gadis kecil itu
hanya mendekat, “Aku Ayumi Hikaru, kakak?”
“Panggil saja Rei.
Kenapa kau di kejar mereka?”
“Aku takut pada
mereka …”
“Kenapa?”
“Aku pernah idak
sengaja menjatuhkan salah satu dari sepeda mereka sampai jatuh ke sungai … yang
dalam. Dan tidak ada yang bisa mengambilnya”
“Ah … jadi
begitu. Hei, apa kau suka membaca?”
“Iya … aku suka
sekali membaca! Aku juga bisa menggambar! Erika-Sensei mengajariku menggambar
ikan koi …” jawabnya semangat sambil mengambil selembar kertas dari tas
mungilnya. Dia memaparkannya pada Rei. “Apakah ini bagus??”
Rei tertawa
kecil. Gambar ikan itu tidak berbeda kelihatannya dengan bantal yang sedang
dijemur, hanya saja berwarna merah dan putih. “Kenapa kau tertawa? Jeek-kah?”
Tanya Ayumi.
“Ayumi … kau
menggambarnya dengan baik. Bolehkah itu untukku?”
“Tidak boleh”
jawabnya singkat sambil mendekap gambar itu. “Ini untuk Erika-sensei. 2 hari
lagi, dia ulang tahun! Dia guru yang paling baik, karena dia cantik, makannya
aku juga ingin memberinya kado yang cantik seperti ikan koi ini …”
Rei tersenyum. “Kalau
begitu … aku bisa mengajarimu menggambar dengan lebih bagus lagi, kau mau?”
Ayumi mengangguk
mantap. “Aku mau sekali!!! Terima kasih…. Kak Rei, dimana rumahmu?”
“Aku sudah tidak
punya rumah lagi … hahaha ….”
“Ah … kalau
begitu pulang saja ke rumahku! Aku bisa berbagi kamar denganmu, aku tidak
terlalu makan tempat karena aku kecil …”
“Tidak apa apa …
aku akan di sini. Aku takut akan merepotkan keluargamu. Sudah sana pulanglah,
besok setelah kau pulang, datanglah kesini. Dan berikan surat ini buat Erika-sensei
sebagai kado dariku …”
“kenapa surat?”
“Hahahaha …” jawabnya
sambil mengambil secarik kertas dari tasnya dan menuliskan sesuatu diatasnya.
“Jangan lupa, hati hati, ya Ayumi” pesan Rei pada Ayumi.
Malam itu, Rei
lewati dengan angin dingin yang menusuk tulangnya. Di kuil itu, sebenarnya
lebih tepat, reruntuhan kuil itu, Rei bersandar di sebuah tiang penyangga dan
mendekap tasnya. Ia mencoba memejamkan matanya. Tapi dia tidak bisa tidur
dengan nyenyak, karena nyamuk terus bernyanyi di sekitarnya.
Setelah beberapa
jam dilaluinya di luar kuil, dia akhirnya bisa memejamkan mata dengan sangat
rapat sampai fajar bersinar hangat dan sangat terang.
Dia bangun dan
pergi dari kuil tua itu setelah berolahraga kecil. Rei berjalan gontai kea rah
taman dekat sana. Rei mencari tempat duduk dibawah pohon yang rindang.
Dilihatnya anak anak kecil berlarian dan bermain ayunan dan segala permainan di
sana. Mereka terlihat gembira. Rei mengeluarkan secarik kertas dan pensil.
Sembari tersenyum
tipis, tangannya menari melukiskan portrait live di taman dengan cepat. Dalam
beberapa menit, kertas kosong di hadapannya tadi telah berubah menjadi sebuah
gambar pensil yang sangat nyata.
Matahari
terjunjung tinggi. Rei masih duduk di taman itu sambil sekali kali melakukan
stretching. Dan kembali duduk dan
tertidur.
“Maaf, …” panggil
seorang gadis. Suara itu membangunkan Rei, matanya dengan malas membuka. “Rei
Satoki?”
Dengan sigap Rei
menegakkan kembali tubuhnya, “Erika?”
“Ya …”
“Oh silahkan
duduk …”
“Rei … aku nggak
percaya kamu ngasih ini sama aku”
“Maaf, aku harus
membuat repot muridmu. Terlebih lagi … aku benar benar sudah muak”
“Rei, sabarlah”
Erika menepuk pundak Rei. “Mungkin ini jalannya”
Rei hanya
memandang Erika. “Tidak pernah jadi seperti ini … jika kamu mau menungguku di
sana.”
“tapi aku
menunggumu di sini. Kau ingin mimpimu tercapai kan? Mimpi kita, kau illustrator
dan aku yang membuat ceritanya. Kenapa harus bersama ketika kita harus mencari
pijakan pertama?”
“Hentikan …
cukup. Jadi kapan aku bisa di sekolah itu?”
“sampai kau siap.
Anak anak itu tidak menyukai orang yang galak sepertimu …”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MAKE IT BETTER ... [smile]